Rabu, 23 Desember 2009

Arus Dunia Itu Begitu Kuat


Tak satu pun orang yang mau merugi. Tak mungkin ada orang yang senang memperoleh kesengsaraan dan penderitaan. Apalagi bila kerugian, kesengsaraan dan penderitaan itu sifatnya abadi dan selama-lamanya. Tak ada juga orang yang menolak kesempatan hidup senang dan penuh kenikmatan. Apalagi bila keuntungan, kesenangan dan kenikmatan itu bersifat abadi.


Ya. Inilah yang diuraikan oleh imam Ibnul Qayyim rahimahullah, “Bagaimana orang yang berakal mau menjual syurga dan segala isinya dengan nafsu syahwat yang kenikmatannya hanya sebentar?”
Alangkah indahnya komentar seorang zahid Yahya bin Muadz tentang hal ini saat ia mengatakan, “Pembangkangan terhadap Allah itu tidak mulia dan mengutamakan dunia atas akhirat itu adalah tidak bijaksana. Maksudnya adalah karena orang yang hina dan bodoh saja yang selalu melihat pada masalah syahwat saja, tapi tidak pada akibat yang ditimbulkannya.
Jangan terjebak jatuh mengikuti daya tarik duniawi yang memang sudah sangat menggiurkan itu. Ingatlah, bahwa yang akan lenyap itu disegerakan pemberianya oleh Allah SWT. Dunia itu tidak abadi, dan orang yang memilihnya dengan mengabaikan keakhiratan, bias saja diberikan oleh Allah sebagian kenikmatannya. Tapi hal itu akan berakibat mengharamkan kelezatan akhirat yang abadi.
Syaikhul Muhammad Al-Maraghi rahimahullah mengomentari firman Allah SWT. “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) maka Kami segerakan aginya kehidupan di dunia itu apa yang Kami kehendaki, bagi orang yang Kami kehendaki, dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tecela dan terusir.” (QS. Al-Isra: 18)
Menurutnya yang dimaksud ayat tersebut adalah orang yang menginginkan dunia yang segera. “Untuk dunia ia bekerja dan berusaha, untuk dunia ia berharap, tidak yakin dengan hari akhir, ia tidak mengharap pahala, tidak takut pada hukuman Allah atas apa yang ia kerjakan. Allah SWT. Akan berikan bagiannya di dunia sebagaimana Allah kehendaki dari keluasan rizki, dan keluasan penghidupan. Kemudian Allah tempatkan ketika ia sampai diakhirat jahanam dalam kondisi tercela karena ia sedikit bersyukur dan karena keburukan amalnya.” (Tafsir Al-Maraghi, 5/27)
Abu Hazim juga yang mengatakan, “Kenikmatan Allah dalam bentuk menghindarkanku dari dunia lebih utama daripemberian-Nya dalam urusan dunia. Karena aku melihat Allah SWT. Memberikan dunia kepada suatu kaum, tapi kemudian kaum itu hancur.” (Siyar A’lam Nubala, 6/985)
Mari kuatkan pegangan tangan kita pada tali iman. Karena tarikan dunia sungguh-sungguh menawan dan mampu menarik kita untuk mengikuti arusnya yang semakin deras Betapa banyak waktu yang telah kita gunakan untuk kepentingan duniawi, ketimbang kepentingan akhirat. Mengena sekali ungkapan seorang tabiin yang bernama Aun bin Abdillah, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kami mereka menjadikan dunia sebagai sisa dari kepentingan akhirat mereka, sementara kalian menjadikan akhirat sebagai sisa dari kesibukan dunia kalian.” (Shifatu Shafwan, 3/101)
Kenali dan sadarilah bahayanya arus dan tarikan dunia. Insafilah bahwa dunia itu memang penuh badai fitnah yang bias menghancurkan hidup seseorang. Jika kita terus menerus lalai dari akhirat dan membeli dunia dari mengorbankan akhirat, maka kita sungguh berada dalam bencana dan ancaman bahaya yang sangat besar. Menyeret kepada kemaksiatan yang mngkin menjadi penutup usia yang Allah berikan selama ini. “Ya Allah lindungi kami dari akhir hidup yang buruk…”
Zainal Abidin Ali bin Al-Husain pernah ditanya, “Siapakah orang yang paling terancam bahaya?” Ia mengatakan, “Yang melihat dunia sebagai bahaya untuk dirinya.” (Uyun Akhbar, 2/230)
Lari dari dunia tidak berarti meninggalkan dunia secara keseluruhan dan kemudian membiarkannya dikuasai orang-orang penghamba nafsu untuk digunakan semau mereka. Sementara kita memilih miskin dari kaya. Lari dunia berarti tidak menjadikan dunia cita-cita akhir dalam idup. Tidak menempatkan dunia diatas kepentingan akhirat. Tidak menyediakan aktivitas untuk dunia dengan mengabaikan aktivitas untuk akhirat. Dunia yang tidak menyibukkan kita dari ibadah kepada Allah SWT. Yang menciptakan kita untuk beribadah. Setidaknya ada dua hal yang penting kita garis bawahi dari firman Allah SWT. Surat Al-Isra ayat 18, tentang pilihan orang yang jatuh pada dunia. Meski dalam ayat itu Allah menyebutkan akan memberi dunia kepada orang yang menghendaki kesegeraannya di dunia, tapi pemberian itu terikat dengan dua syarat:
Pertama, Allah sebutkan pemberian itu adalah sebatas “maa nasyaa” yang artinya sebatas yang Allah kehendaki untuk disegerakan. Bukan sebagaimana kehendak orang yang menginginkannya. Karena itu kita juga banyak melihat orang yang menghendaki kesegeraan kenikmatan harta didunia pun tidak memperoleh apa yang ia inginkan sepenuhnya.
Kedua, firman Allah itu juga diiringi dengan ungkapan “liman nuriidu” yakni kepada siapa yang kami kehendaki. Artinya, tidak semua orang juga yang memperoleh itu kecuali yang Allah kehendaki (Tafsir Al-Maraghi, 5/27)
Maka, jelas-jelas merugilah orang yang menghibahkan hidupnya hanya untuk dunia. Karena belum tentu ia memperoleh kenikmatan yang di ingini, tapi ia dijamin dengan kesengsaraan yang tiada terkira.

Tidak ada komentar: